Friday, July 8, 2016

Motivasi hidup “jangan jadi korban hinaan orang lain”

Ketika Nabi Muhammad saw. Mulai memperjuangkan islam, al-quran mengingatkan beliau begini :
“Wahai Rosul,janganlah kamu disedihan oleh orang-orang bersegera memperlihatkan kekafirannya yaitu orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, ‘kami beriman padahal hati mereka tidak beriman.” (QS. Al-ma’idah : 41)
Sayangnya,kenyakan kita justru lebih sering menjadikan hinaan orang lain sebagai demotivator atau penghancur diri, bentuk yang paling umum antara lain, kita malah memfasilitasi hinaan itu agar menjadi kenyataan.

Saya kira, tidak ada kesulitan apa pun bagi siapa saja untuk mengeluarkan hinaan dalam bentuk apa pun kepada kita, selama menghina ini di gratiskan. Orang bisa mengatakan bahwa kita ini adalah orang yang tidak punya kelebihan atau tidak punya kemanpuan.

Ketika itu terjadi, apa yang perlu kita sadari? Hinaan dalam bentuk omongan bernada looking down, sebetulnya tidak punya arti apa-apa buat kita. Menurut praktik hidup, hinaan demikian sudah lumrah dilakukan banyak orang.

Hanya saja, hinaan demikian akan membahayakan apabila hinaan itu kita beri kesempatan menjadi kenyataan di dalam diri kita. Begitu mendengar omongan orang yang mengatakan kita ini tidak punya kelebihan, lantas kita berkesimpulan yang sama. Kesimpulan inilah yang menjadi demotivator kita.

Seperti kata motivator, LES Brown, “janganlah kamu jadikan omongan orang lain sebagai kenyataan di dalam dirimu.” dengan apa kita menjadi omongan orang lain sebagai kenyataan di dalam diri kita? Tentu tak lain adalah dengan menjadikan omongan negatif itu sebagai demotivator.

Jadi, yang perlu kita awasi adalah jangan sampai hinaan itu mengantarkan kita menjadi manusia dengan konsep diri negatif. Pesan ajaran tao mengatakan, “jika hidupmu tergantung pujian atau hinaan, selmanya kamu terancam kegelisahan.”

Jangan juga hinaan itu sebagai distraksi. Distraksi adalah gangguan atau godaan yang bisa mengalihkan perhatian atau kosentrasi kita, lalu memunculkan kebingungan di dalam batin. Karena kita membiarkan datangnya distraksi di dalam diri, akhirnya kita melakukan hal-hal yang tidak penting, tidak utama, atau tidak mendesak tujuan atau sasaran kita. Pendeknya, karena kita terlalu memfokuskan diri pada hinaan orang lain, akhirnya fokus usaha kita ngacau. Distraksi adalah sumber demotivator.

Ada pelajaran yang bisa kita petik dari hasil studi seorang pakar psikologi olahraga dari kanada, Terry Orlick, yang telah melakukan banyak observasi terhadap sejumlah kehidupan atlet yang ia teliti, salah satu temuan yang bisa kita jadikan pelajaran adalah atlet yang kariernya berhenti (ambruk) setelah menang sekali atau kala sekali.

Dalam pertandingan olahraga di dunia mana pun, memang sudah pasti harus ada yang kalah dan harus ada yang menang. Ini sudah menjadi hukum alam, sudah menjadi ketetapan sunatullah yang tidak mungkin lagi diubah. Namun demikian, satu hal yang membedakan ada atlet yang akhirnya menjadi pemenang meskipun ia pernah kalah atau ada atlet yang akhirnya sanggub mengumpulkan prestasi kemenangan setelah kemenangan.

Apa yang membedakan mereka dengan para atlet yang keriernya berhenti di tengah jalan setelah kemenangan sekali atau setelah kekalahan sekali? Temuan penting yang bisa kita pelajari adalah persoalan mengarahkan kosentrasi (fokus perhatian).

Atlet yang berhenti di tengah jalan setelah dirinya menang sekali dan kalah sekali tidak mengarahkan perhatian pikirannya pada peningkatan latihan dan peningkatan kualitas permainan (performance). Begitu menang sekali, mereka terlena oleh pujian penonton, liputn media, dan godaan orang lain.

Atau begitu kalah sekali, mereka tidak tahan endengar kritik, celaan, atau komentar-komentar miring dari orang lain. Karena kosentrasinya bukan lagi pada peningkatan keahlian dan kualitas bermain, maka baik kemenangan atau kekalahannya menjadi demotivator bagi kemajuan kariernya.

Mereka lupa diri oleh pujian dan hancur oleh cercaan. Memang benar, ada orang lain yang menghina, tentu kita merasa telah terhina. Sebaliknya, ketika ada orang lain yang memuja, tentu akan membuat kita merasa melayang.

Tetapi ninaan dan pujian ini tidak secara otomatis membuat kita terlena dan terhina, apabila kita tetap bisa mengontorol diri dan bisa mengolah materinya menjadi motivator.

Kata bijak :
“Kalau kita selalu membalas hinaan, ini hasilnya sama-sama rugi”
“Pembalasan terbaik atas hinaanorang adalah menciptakan kesuksesan yang sempurna.”

No comments:

Post a Comment