Friday, July 8, 2016

Jangan sia-siakan hinaan orang lain “untuk motivasi meraih sukses”

Suatu ketika, saya tanpa sengaja berkesempatan mendengarkan ceramah almarhum Ustadz Jefri al-bukhari atau yang akrab disapa Uje. Walaupun sudah di ujung acara, ada sikap ustadz muda ini yang menginspirasi saya.

Ketika dulu baru memulai menjadi dai, ada beberapa orang yang mencibir atau meragukan kemampuannya. Mungkin mereka melihat latar belakang kehidupan dan pendidikannya. Kepada merekayang merendahkan kemampuannya itu, uje tidak membalas. Biarlah itu menjadi hak mereka. Yang uje lakukan adalah menjadikan semua omongan orang yang tidak enak di dengar itu sebagai cemeti untuk melecut diri. Uje membalas omongn mereka dengan bukti.

Sumber motivasi yang bisa kita gali adalah hinaan orang lain atas kita. Siapa yang tidak pernah di hina orang? Hampir bisa dipastikan semua orang pernah mendapatkan hinaan, entah itu secara lisan, tulisan, isyarat, atau pelakuan.

Meskipun hinaan itu bukan sesuatu yang kita inginkan, tetapi praktiknya terkadang tak bisa dihindari. Meskipun hinaan itu rasanya tidak enak di hati, tetapi ia bisa kita gunakan sebagai sumber motivasi demi kemajuan dan kebaikan diri.

Bagaimana pun juga, adanya orang lain yang menghina atau memuja adalah sesuatu yang di izinkan tuhan untuk ada di muka bumi ini. Andaikan tidak diizinkan , tentulah tidak aka ada. Intinya, karena di izinkan oleh-nya, pasti ada gunanya. Hanya saja, keputusan menentukan untuk apa hinaan itu akan kita gunakan, ini kembali pada pilihan kita. Hinaan bisa kita gunakan sebagai sumber motivasi dan sumber demotivasi, tergantung apa yang kita pilih.

Bahkan al-quran menngajarkan agar kita berlatih mendengarkan omongan orang, lalu kita ikuti mana yang baik, daam bentuk hinaan atau apa saja. Siapa tahu, kita menjadi lebih baik gara-gara itu.
“yang mendengar perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah yang diberi petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang berakal.” (QS. Az-zumar: 18)

Ken keyes, penulis buku-buku motivasi, pernah menulis sebuah sajak yang kira-kita isinya begini, “semua yang ada dan yang terjadi adalah anugerah yang bisa kita gunakan untuk lebih maju dan membuat hidup kita lebih nikmat serta lebih hidup.”

TIGA ALASAN

Sedikitnya, ada tiga alasan mengapa kita perlu menjadikan hinaan sebagai motivator.

Pertama, tak bisa di kontrol.

Tidak ada satu manusiapun di dunia ini yang bisa mengontrol omongan orang lain. Mereka bisa mengomong apa saja tentang kita dengan alasan apa saja. Mereka bisa menghina dengan alasan tidak suka, tidak sama, tidak paham, tidak mendapatkan sesuatu dari kita, dan lain-lain. Mereka punya kebebasan untuk beropini tentang kita, seperti kita juga memiliki kebebasan beropini tentang mereka. Karena tidak ada yang bisa mengontrol pasar omongan ini, maka kitalah yang harus bisa mengontrol diri.

Kontrol diri adalah syarat untuk bisa menggunakan dan mengolah. Kalau kita selalu membalas hinaan dengan hinaan, hasilnya sama-sama rugi. Lebih dari itu, kalau kita mala merasa terhina akibat hinaan, maka kitalah yang menderita kerugian dua kali.

Semua orang sudah tau ini, tetapi sayangnya hanya sedikit yang sadar, dan terkontrol. Karena kunci itu ada di tangan kita, maka seperti yang di katakan Eleanor Roosevelt, “tidak ada orang yang membuat diri anda rendah tanpa persetujuan anda.”

Hinaan orang lain itu bisa menjadi motivator dan bisa pula menjadi demotivator, bisa membuat kita tidak bisa tidur, dan bisa membuat kita tetap enak tidur. Ini semua atas persetujuan kita. Makanya orang-orang bijak berpesan : kebahagiaan adlah milik mereka yang bisa menciptakan kebahagiaan di dalam dirinya, bukan krbahagiaan yang bergantung pada pemberian fator-faktor eksternal. Karena, kebahagiaan dan kesenangan yang bersumber dari luar itu sangat tidak pasti dan gampang berubah.

Kedua kebebasan memilih posisi.

Ketika dihinna, dikucilkn, atau pendeknya diperakukan yang menurut kita sangat menyakitkan, sebetulnya pilihan hidup yang tersedia di hadaan kita adalahapakah kita memilih menjadi korbanhanya akan membuat kita rugi sekali. Kebebassan memilih ini terjadi antara kita dengan kita, bukan karena kita dengan orang lain. Mengapa kita dengan kita, bukan dengan orang lain?

Ketika kita mendapatkan perlakuan menyakitkandariorang lain, memang di otak-atik menggunakan teori apa pun, bentuknya tetaplah perlakuan menyakitkan. Tetapi, bukan perlakuan itu yang menentukan posisi kita selanjutnya.

Posisi kita selanjutnya akan ditentukan oleh pilihan kita. Persis seperti kta Elanor Roosevelt di atas : sebetulnya tidak ada manusia di dunia ini yang bisa membuat kita turun derajat atau terhina tanpa persetujuan kita. Kita akan menjadi korban hinaan atau perlakuan negatif orang lain, apabila kita tetap menjadi korban.

Karena sebenarnya yang menentukan posisi (korban atau tidak menjadi korban) itu adalah kita, maka sudah paslah jika kita perlu dilatih diri dalam menggunakan hinaan atau perlakuan negatif orang lain sebagai pendorong diri kearah kemajuan.

Dengan latihan ini, maka akan menghindarkan kita dari posisi hidup sebagai korban (the victims). Menjadi korban perlakuan orang lain berbeda dengan berkorban demi orang lain. Menjadi korban adalah kelemahan dan demotivator, sementara berkorban adalah kekuatan dan motivator.

Ketiga, kebebasan memilih kegunaan.

Semua yang diizinkan tuhan untuk ada dimuka bumi ini mengndung kegunaan. Kegunaan disini netral dalam arti bisa negatif dan bisa positif, tergantung apa yang kita pilih, termasuk dalam hal ini adalah hinaan orang lain. Pasti ada gunanya.

Bahwa ada hinaan yang kita gunakan sebagai demotivator atau motivator, ini kembali pada pilihan kita. Karena yang memilih kegunaan itu kita, maka alangkah ruginya kita menjadikan hinaan itu sebagai demotivator. Sudah kita sakit hati gara-gara hinaan, masih kita tambah dengan pilihan kita untuk memperparah rasa sakit itu. Dengan praktik demikian, maka yang membuat kita merasa sakit bukan saja hinaan melainkan juga kegunaan yang kita pilih.

Bila kita perhatikan, ternyata hinaan telah dijadikan oleh sebagian kecil orang di dunia ini sebagai dorongan pembuktian diri. Saya pernah mewawancarai seprang pengusaha muda yang memiliki motivasi kuat untuk mengembangkan usahanya.

Pengusaha mudah itu kebetulan anak tokoh masyarakat yang sangat dihormati di lingkungannya. Ketika saya tanya apa yang menjadi rahasia di balik semangatnya yang menyala-nyala untuk mengembangkan usaha, ternyata adalah hinaan orang lain yang mengatakan bahwa dirinya tidak sebagus orang tuanya.

Karena merasa “terhina” itulah, maka ia kemudian selalu terdorong untuk membuktikan siapa dirinnya. Frank Sinatra menjadikan hinaan orang lain sebagai motivator. “Pembalasan pembalasan yamg terbaik atas hinaan orang adalah menciptakan kesuksesan yang sepurna.”

Tidak berarti kita harus menunggu hinaan orang lain untuk membuktikan siapa diri kita, tetapi hinaan orang lain bisa kita jadikan motivasi untuk membuktikan siapa diri kita. Pembuktian diri inilah yang paling menentukan.

Menurut teori hidup yang di anut oeh jet li, bintang film laga, bila kita sudah berhasil membuktikan siapa diri kita, maka kita akan mudah mengontrol keadaan dan orang. “pertama, bukalah pintu. Kedua, buatlah orang lain tahu. Ketiga, buktikan siapa dirimu. Jika kau sudah berhasil membuktikan siapa dirimu, maka tak sulit anda mengontrol keadaan. “begitulah jet li berkesimpulan.

Kisah yang dialami oleh jet li pada saat dirinya ingin memasuki kanca persaingan film internasional ini juga sepertinya sering menimpa karyawan baru di suatu perusahaan atau anggota keluarga baru. Umumnya, mereka mengalami perlakuan yang kurang mengenakkan dari para karyawan lain yang sudah lebih lama bekerja. Apalagi jika karyawan baru itu menduduki posisi yang lebih tinggi dari karyawan lama.

Dari praktik hidup yang saya nanti, perlakuan yang dirasakan tidak mengenakkan itu akan reda sendiri ketika karyawan itu bisa membuktkan siapa dirinya. Orang akhinya punya kesimpulan di dalam hatinya. “oh, ternyata si anu itu tidak seperti yang saya sangka selama ini! “ dan lain-lain dan seterusnya.

No comments:

Post a Comment