Monday, July 4, 2016

Apakah anda takut sukses setelah gagal

Ini juga jangan sampai terjadi pada kita. Kalau pun itu sudah terjadi, jangan biarkan itu terjadi atau berlangsung terlalu lama. Apa itu takut sukses? Adakah orang yang takut sukses? Menurut devinisi profesor Schein, guru besar manajemen di Sloan Schol Of Management : takut sukses adalah perasaan yang mengajak kita untuk menghindari usaha setelah kita gagal. Inilah penyakit yang di sebut takut sukses.

Kita menjadikan kegagalan sebagai alasan (pembenar) untuk menghindari usaha yang merupakan syarat mutlak meraih keberhasilan. Konon, penyakit inilah yang paling banyak diderita oleh manusia.

Tidak ada usaha yang selamat dari risiko antara gagal dan berhasil. Ketika kita menghindari usaha, sama artinya dengan menghindari (takut) berhasil. Kalau orang selalu takut gagal, lalu ketakutan diwujudkan dengan tidak melakukan sesuatu, maka orang itu takut sukses.

Kenapa? Mana ada kesuksesan yang diraih dengan tidak melakukan sesuatu? Mana ada kesuksesan tanpa kegagalan? Tak ada kamusnya kita jumpai kesuksesan tanpa kegagalan.

Setiap orang yang berusaha lalu gagal, pastilah sedikit banyaknya akan megeluarkan letupan perasaan yang bernada tidak berdaya, kecewa, atau putus asa. Ini manusiawi selama kita lakukan sebagai reaksi sesaat yang sifatnya sementara.

Tetapi hal yang manusiawi ini yang akan membahayakan, jika sudah berlanjut pada tingkat yang bisa melahirkan kemalasan, ogah-ogahan, dan sikap setengah-setengah. Rasa tidak berdaya pada saat kita menghadapi hal-hal yang membuat kita “DOWN” adalah ledakan emosi pertama yang sifatnya wajar dan manusiawi.

Sedangkan kemalasan, ogah-ogahan, dan semacamnya adalah produk dari ledakan emosi kedua yang kita ciptakan sendiri. Ledakan emosi kedua inilah yang sering membahayakan kita. Kegagalan hanya membuat kita down untuk sementara. Tetapi kemalasan akan membuat kita batal mendapatkan keberhasilan.

Karena itu, doktrin olahraga yang mendasar bukanlah bagaimana mengalahkan lawan di lapangan, melainkan bagaimana mengalahkan diri sendiri dalam proses latihan.

Pertandingan yang paling menentukan adalah pertandingan melawan diri sendiri. Ini punya kaitan dengan masalah ledakan emosi kedua di atas. Atlit yang kalah oleh dirinya akan menciptakan ledakan emosi kedua yang malah memperparah emosi pertama (demotivator).

Kekalahan mereka di lapangan akan mereka jadikan sebagai alasan untuk malas latihan dan malas memperbaiki diri. Akibatnya, kalah lagi dan kala lagi. Sedangkan atlit yang sudah berhasil mengalahkan dirinya, akan menciptakan ledakan emosi kedua yang memperbaiki atau melawan emosi pertama (motivator).

Kemenangan mereka di lapangan dijadikan sebagai motivator untuk meningkatkan, sedangkan kekalahan akan di jadikan sebagai motivator untuk memperbaiki. Menurut sunatullah, atlet kelompok ini akan menjadi “the best”, meskipun tidak harus meeenjadi juara sepanjang masa, seperti mohammad ali, susi susanti dan seterusnya.

No comments:

Post a Comment