Friday, July 1, 2016

Manfaat dari ketidak puasan untuk meraih sukses

Kalau anda membaca konsep perubahan entah yang ditawarkan agama atau ilmu pengetahuan, hampir semuanya menyuruh kita untuk melibatkan rasa tidak puas (ketidakpuasan).

Jika anda ingin bertobat, syaratnya anda harus tidak puas dengan kehidupan ini. Kalau anda happy-happy saja dengan kehidupan yang sekarang, tidak merasa perlu untuk bertobat, ya motivasinya kurang.

Oleh karena itu, para ulama membuat semacam persyaratan untuk bertobat, yaitu an-nadamah atau enyesal atas apa yang kita lakukan, lalu bertekat untuk berubah dan melakukan perubahan.

Demikian juga konsep perubahan yang ditawarkan ilmu pengetahuan seperti manajemen atau psikologi. Hampir semua masyarakat ketidak puasan sebagai dorongan untuk berubah.

Seperti disimpulkan oleh pakar pendidikan amerika, Dr Felice Leonardo Buscaglia (1998). Dia mengatakan : perubahan adalah hasil akhir dari pembelajaran, perubahan melibatkan tiga langkah, yaitu ketidak puasan, keputusan untuk berubah, dan kesadaran untuk mengapdikan diri pada proses perkembangan.

Selain teorinya begitu, dalam praktiknya pun sama. Sudah banyak para pengusaha yang mengatakan bahwa dirinya ingin kaya karena tidak puas dengan kehidupannya yang diliputi kekurangan dan keterbatasan.

Pak Henky Tjoa, pendiri bakmi japos, merasa dendam terhadap kemiskinan. Maksudnya, tidak puas dengan kemiskinan. Sebelum meraih sukses, dia sudah melakukan usaha yang bermacam-macam dan gagal.

Intinya, ketidakpuasan adalah modal paling besar untuk berubah. Sekarang, adakah seseorang yang tidak punya rasa ketidakpuasan? Tuhan menganugerahkan potensi ini kepada semua orang tanpa pengecualian.

Kita mudah tidak puas atas prestasi usaha yang selama ini kita jalankan. Kita mudah tidak puas dengan prestasi akademik yang kita capai. Kita mudah tidak puas dengan prestasi yang kita jalani.

Karena diizinkan oleh Tuhan untuk ada didalam diri kita, maka tentulah ada kegunaannya. Tidak mungkin tuhan menciptakan sesuatu atau mengizinkan sesuatu tanpa ada guna. Mustahil, tho?

Persoalan akan kita gunakan untuk apa ketidak puasan itu, ini kembali pada apa yang kita pilih. Tuhan telah memberi otoritas kepada kita untuk memilih kegunaan. Maka lahirlah ungkapan, life is choice, hidup itu pilihan.

Rasa tidak puas bisa kita gunakan untuk memotivasi diri, menjadi sumber motivasi atau motivator. Sebaliknya, bisa pula kita gunakan untuk menghancurkan diri kita, menjadi demotivator, dan meemahkan diri kita.

Menurut hasil studi dari New York University yang dikutip oleh Andrew Buckley dalam jurnal “practical EQ” (2004) : orang-orang yang punya prestasi tinggi di bidangnya (high acheivers), selalu mempunyai kecenderungan untuk menyempurnakan sesuatu.

Karena mereka menggunakan ketidakpuasanya untuk mendorong kearah kemajuan, maka hasilnya adalah aksi yang selalu menyempurnakan. Merka memiliki banyak kesempurnaan karena mereka selalu menyempurnakan dirinya dengan menggunakan ketidakpuasanya itu sebagai energi.

Rasa tidak puas yang dimiliki manusia bisa dijadikan sebagai sumber motivasi untuk mendorong terciptanya perubahan hidup yang lebih bagus. Andai rasa tidak puas ini di cabut oleh Tuhan, mungkin tidak ada orang yang termotivasi untuk mengubah hidupnya.

Melaluai serangkaian dalam meniti karir dari bawah, Anthony Robbins, motivator terkenal dari Amerika, sampai pada kesimpulan bahwa rahasia kesuksesan yang dicapainya adalah ketidak puasan pada hari ini.

Katanya begini, “jika saya ditanya tentang apa yang membuat hidup saya berubah ahi-ahir ini, maka saya menjawab bahwasaya selalu menaikkan standar prestasi. Saya selalu menambah jumlah hal-hal yang tidak biasa saya beri toleransi lagi. “dengan begitu, hidupnya berubah ke bentuk kearah yang lebih bagus.

Kemandekan,kesalahan dan kurang sempurnaan kita pada hari ini apabila kita “maklumi”, kita beri toleransi, kita “maafkan” dengan pengertian lemah, maka tidak mendorong kita untuk maju. Seperti kata prof. Nurcholis madjid, manusia yang sempurna bukanlah manusia yang bersih dari kesalahan, melainkan manusia yang selalu menyempurnakan dirinya.

Apakah ini tidak bertentangan dengan ajaran qana’ah (kepuasan)? Seperti kata albert einstein, semuanya tergantung. Tergantung pada apanya? Tergantung pada siapa yang menggunakan dan siapa yang di gunakan.

Maksud saya, kalu kita menggunakan ketidak puasan itu, maka ketidak puasan itu justru mendukung tujuan qana’ah yang luhur. Tapi jika kita yang digunakan oleh ketidak puasan itu, maka ia akan berubah menjadi nafsu rakus yang bertentangan dengan ajaran apapun, termasuk qana’ah.

Esensi dari qana’ah adalah menghindarkan manusia dari nafsu kerakusan yang membahayakan seseorang. Qana’ah bukan ajaran yang menekankan prinsip nrimo dala arti lemah, kalah, dan pasrah apa adanya.

Studi ilmiah di bidang psikologi olahraga menyimpulkan : salah satu yang menyebabkan seorang atlit kehilangan motivasi untuk bermain secara sportif adalah karena rakus. Orang korupsi bukan karena miskin, tapi karena rakus.

Sebetulnya, para pahlawan kita dulu adalah orang-orang yang menggunakan ketidakpuasan atas kondisi negeri yang dicintainya sebagai dorongan untuk mengusir para penjajah, maka mereka punya dorongan yang kuat untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Sebetulnya, para pahlawan kita dulu adalah orang-orang yang menggunakan ketidakpuasan atas kondisi negeri yang dicintainya sebagai dorongan untuk mengusir para penjajah. Karena mereka tidak puas dengan penjajahan, maka mereka punya dorongan yang kuat untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Bahkan kalau kita melihat ulang sejarah nabi ibrahim, sejak kecil beliau tidak puas melihat ketidak beresan tradisi masyarakat yang menyembah patung, termasuk ayahnya yang kebetuln berprofesi sebagai pemahat di kerajaan.

Ketidak puasan itu yangg mendorong nabi ibrahim untuk mencari dan menemukan yang lebih bagus hingga akhirnya dipilih oleh TUHAN sebagai “bapak agama samawi”. Terlepas wahyu atau inisiatif pribadi, tetapi itulah pelajaran untuk kita.

No comments:

Post a Comment