Thursday, June 30, 2016

Sumber intrinsik dan ekstrinsik

Sumber motivasi ini biasanya dapat dibagi menjadi dua yaitu :

  1. > Sumber motivasi dari dalam (intrinsik)
  2. > Sumber motivasi dari luar (ekstrinsik)

Sumbermotivasi dari dalam (intrinsik) adalah keinginan kita untuk “memiliki” atau “menjadi”. Misalnya, memilikii rumah, memiliki pasangan, memiliki pekerjaan, menjadi mahasiswa, menjadi karyawan, menjadi pengusaha dan seterusnya. Visi hidup atau visi usaha gambaran tentang apa yang kita wujudkan dalam hidup ini, juga menjadisumber motivasi. Target-target tertentu yang ingin kita raih juga menjadi sumber motifasi.

Kalau membaca riwayat hidup mas tukul, presenter yang konon tarifnya setengah dari bintang internasional itu, memang sejak awal ia ingin menjadu seorang seniman yang kerjanya menghibur orang lain.

Keinginan yang sudah mendarah daging inilah yang terus memacunya untuk ikut berbagai aktivitas, audisi, dan kegiatan seni, meski dirinya saat itu bejerja sebagai sopir pribadi dan harus menerima komentar orang lain yang bernada meragukan.

Sedangkan gairah yang berumber dari eksternal itu antara lain :
  • > Dorongan orang lain (insentif)
  • > Paksaan orang atau keadaan.
  • > Perubahan orang atau keadaan.
  • > Pembiasaan dari lingkungan atau sistem.
  • > Dan lain-lain.
Menurut aristoteles, seorang itu bergerak untuk melakukan sesuatu (punya gairah), karena beberapa hal. Antara lain perubahan, keadaan alam, paksaan, kebiasaan, visi (alasan mendasar), serta dorongan dari dalam (semagat atau motivasi, keinginan, atau kemauan).

Dalam pratiknya, sumber motivasi itu bisa diperluas lagi sampai tingkat tidak terbatas. Semua yang terjadi di dalam diri kita atau yang menimpa kita, itu bisa dijadikan sumber motivasi, terlepas sesuatu yang enak atau tidak enak. Tapi ini menuntut syarat yang mutlak harus dijalankan.

Syarat apa yang harus kita penuhi? Syarat itu adalah transformasi diri. Transformasi adlah kapasitas seseorang untuk mengubah sesuatu yang mestinya memberikan energi negatif menjadi energi positif.

Menurut max more (1993), transformasi adalah sebuah proses yang dapat meningkatkan “personal extropy” (kapasitas untuk berkembang). Kata ken keyes, pakar pengembangan diri, “semua yang ada dan semua yang terjadi adalah anugerah yang bisa digunakan untuk membuat hidup kita lebih maju, lebih nikmat, dan lebih hidup.”

Kembali ke praktik hidup, ada sejumlah kenyataan yang semula dapat berpotensi menjadi demotivator, namun bisa kita transformasikan menjadi motifator. Antara lain adalah :
  • > Ketidakpuasan
  • > Kegagalan
  • > Kehinaan
  • > Kekurangan
  • > Tekanan hidup
  • > Kesalahan
  • > Rasa takut.
Banyak orang yang merasa tidak puas dengan diri, prestasi, usaha atau nasibnya. Rasa tidak puas ini sebetulnya manusiawi. Artinya, perasaan demikian ini dimiliki oleh semua manusia. Bedanya, ada orang yang bisa menggunakannya sebagi demotivator.

Orang-orang yang berhasil menggunakan energi ketidak puasan sebagai motivator melakukan proses transformasi. Bentuknya adalah, mereka menjadikan ketidak puasan itu sebagai dorongan untuk berubah ke arah yang lebih bagus.

Begitu juga dengan kegagalan. Tidak ada usaha seseorang yang kebal dengan kegagalan. Persoalannya bukan pernah gagal atau tidak. Tetapi ada orang yang menjadikan kegagalannya sebagai otivator dan ada yang menjadikannya sebagai demotivator.

Seorang peserta training mengatakan kepada saya bahwa yang memicu dirinya meraih prestasi bagus di kantor dan sekolahnya adalah hinaan tetangga sewaktu masih dikampung. Orang ini bercerita kepada saya bagaimana langka memulai hidup baru di jakarta.

Saat itu, ia tidak mendapatkan dukungan dari siapa-siapa. Langkah pertama yang ia tempuh adalah kerja di sebuah perusahaan untuk menyambung hidup, kemudian berusaha menemukan cela untuk bisa melanjutkan kuliah sambil bekerja hingga kemudian berhasil menyelesaikan S2-nya.

Saya pernah mewawancarai seorang pengusaha muda yang memiliki motivasi kuat dalam mengembangkan usaha. Pengusaha muda ini merupakan anak tokoh masyarakat yang sangat dihormati di lingkungannya.

Ketika saya tanya apa yang menjadi rahasia dibalik motivasinya itu, ternyata adalah hinaan orang lain yang mengatakan bahwa dirinya tidak sebaik orang tuanya. Karena merasa “terhina”, ia selalu terdorong untuk membuktikan siapa dirinya.

Begitu juga dengan kekurangan. Semua orang memiliki kekurangan. Bedanya, ada yang menjadikan kekurangannya itu sebagai pendorong untuk memperbaiki diri (motivator), dan ada juga yang mempertahankan kekurangannya itu secara hidup-mati

Dari banyak orang yang berprestasi dibidangnya, mereka menjadikan kekurangannya sebagai petunjuk untuk menemukan keunggulannya atau ada yang menjadikannya sebagai petunjuk untuk mengontrol diri supaya tidak sampai jatuh. Dalam praktiknya, mengetahui kekurangan itu sama pentingnya mengetahui kelebihan.

Bahasa utama dalam buku ini adalah bagaimana menggunakan segala yang muncul dari diri kita dan segala hal yang menimpa kita enaknya atau tidak enaknya sebagai motivasi melalui proses pengolahan internal (transformasi).

Banyak skali ayat-ayat al-quran yang memerintahkan untuk bertransformasi, baik dari kejadian yang menimpa orang lain atau berbagai dinamika yang ada pada diri sendiri. “karena itu berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (kebenaran).” (QS.Ali Imran: 137)

“dan didalam dirimu apakah kamu tidak melihatnya.” (QS. Al-Qashash: 72, az-zukhruf: 51, adz-dzariyat: 21)

No comments:

Post a Comment