Tuesday, June 28, 2016

Sekuat apakah dorongan anda meraih sukses

Untuk menjadi orang yang kompeten di bidan apapun, syarat pertama yang harus dimiliki adalah punya gairah kuat. Kenapa? Kalau anda memotong kayu dengan pedang yang tajam tetapi gairah anda setengah-setengah, apa jadinya? Pasti lama. Bahkan mungkin saja tidak berhasil.

Ahli hikmah megatakan, “barang siapa yang tekatnya kuat, pasti akan berhasil.” man jadda wajada, ada lagi yang menyatakan, “jika tekatmu kuat, maka jalanmu akan terbuka.” idza shadaqal wadhahas sabilu.

Begitu juga dengan keinginan anda untuk berprestasi, meskipun anda punya pengetahuan bagus, punya skil bagus, punya fasilitas bagus, tetaoi kalau gairah anda setengah-setengah, jadinya ya seperti contoh di atas. Selain pasti lama, ada kemungkinan untuk gagal.

Karena itu, orang berprestasi di bidang apapun, dimana pun, dengan latar belakang apapun, pasti punya gairah kuat untuk berprestasi. Tidak ada orang yang berprestasi yang gairahnya setengah-setengah. Bahkan menurut para pejuang, peranan gairah ini jauh lebih menentukan ketimbang intelektual.

Artinya, jika anda pintar namun malas, hasil perjuangan anda mungkin tidak lebih bagus dibanding kalau anda, misalnya, punya ilmu pas-pasan tetapi punya gairah tinggi. Gairah yang tinggi akan menunjukkan jalan yang sebelumnya tidak kita ketahui.

Ada sebuah pepatah mengatakan, “Asal ada kemauan pasti ada jalan.” ilustrasi pendek diatas dapat menggambarkan betapa vitalnya peranan motivasi bagi prestasi apapun yang diinginkan seseorang.

Sebagai contoh, anda ingin memulai usaha. Idealnya, anda harus punya pengetahuan yang seakurat-akuratnya tentang jalan yang akan anda tempuh di usaha itu. Semua orang juga tahu itu. Tapi kenyataanya, sulit sekali kita wujudkan.

Jika anda mundur karena belum paham seluruhnya, maka mungkin tidak akan ada usaha apapun yang akan anda mulai. Padahal, realitas apapun yang bakal anda masuki pasti tidak akan anda ketahui seutuhnya. Ada yang anda ketahui dan ada yang tidak.

Untuk mengetaui apa yang belum anda ketahui, modalnya adlah kesungguhan. Dalam sebuah agama disebut jihad di jalan tuhan. Jihad inilah yang membuat kita diberitahu oleh tuhan.

Kesungguhan itulah yang menentukan level gairah kita di lapangan. Meski semua orang punya keinginan untuk sukses, untuk menjadi baik, atau apalah istilahnya, namun yang membedakan adalah tingkatanya. Ada orang yang punya keinginan lemah sehingga kurang membuahkan motivasi atau aksi.

Kalau membaca penjelasan dave francis & mike woodcock (1982) tentang kesungguhan, ada tiga tingkatan atau level :

1. Lever petama adalah superficial (keinginan mulut atau permukaan).

Misalnya, kita sudah menyusun rencana sedemikIn rupa, namun keinginan kita untuk menjalankanya setengah-setengah atau sama sekali tidak kita jalankan. Semua hanya dokumen belaka.

Keinginan demikian pantas disebut keinginan mulut atau keinginan yang levelnya masih dipermukaan. Selain bisa dilakukan semua orang, keinginan seperti ini memang gratis tapi sebagus apapun keinginan itu, tak akan mengubah nasib kita.

2. Level kedua disebut underlined.

Kita sudah membuat perencanaan dengan alasan-alasan yang cukup mendasar dan sudah menjalankanya, namun masih kurang sustainable (berkelanjutan), angot-angotan.

Biasanya, keinginan demikian ini lebih sering berupa keinginan-keinginan yang sifatnya adaptif terhadap masalah. Kita ingin belajar lebih giat karena nilai kita jeblog, kita ingin jadi orang yang kaya saat kepepet, kita ingin mencari informasi lowongan mati-matian karena mau di PHK, kita ingin mau mendirikan partai karena sedang musim, dan lain-lain.

3.Level ketiga disebut sustainable (berkelanjutan)

Kita punya keinginan, lalu kita perjuangkan sepenuh hati secara terus-menerus dengan alasan-alasan yang cukup mendasar.

Sosok yang bisa kita contoh misalnya saja pak anshoerroeddin, pemilik restoran dapur sunda. Sejak mahasiswa memang dia sudah punya keinginan untuk menjadi pengusaha. Keinginsn itu kemudian ia perjuangkan realisasinya dari yang paling kecil, misalnya latihan menjual bahan makanan di stasiun.

Bahkan ketika dia harus bekerja sebagai konsultan dan pegawai negeri, keinginan itu tidak dilupakan. Sambil bekerja ia tetap ingin menjadi pengusaha dengan mendirikan warung tenda di jakarta. Karena itu, salah satu ucapanya yang paling saya ingat adalah, “jadi pengusaha itu modanya berani, termasuk berani tidur kurang”.

LIMA KELOMPOK MANUSIA

> Manusia yang tidak tahu atau tidak mau tahu tentang apa yang diinginkan dari dirinya (orang lemah). Mereka menginginkan agar orang lain atau Tuhan menghendaki sesuatu untuk dirinya (tangan di bawah)

> Manusia yang tahu dan mau tahu tentang apa yang diinginkan dari dirinya, tetapi tidak tahu atau tidak mau tahu tentang cara yang harus di tempuh (frustasi).

> Manusia yang tahu apa yang diinginkan dan cara apa yang harus ditempuh, tetapi ujung-ujungnya tidak mau melakukan (pecundang)).

> Manusia yang sudah tahu apa yang diinginkan, tahu cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan, melakukan sesuatu dengan cara itu, tetapi spirit yang digunakan untuk melakukan itu masih setengah-setengah (pemalas yang rugi)

> Manusia yang sudah tahu apa yang diinginkan, tahu cara untuk mendapatkan apa, dan melakukan sesuatu dengan spirit yang penuh (fulfilled) atau selalu berusaha untuk membuat spiritnya menyala terus (pemenang yang beruntung).

Kalau melihat riwayat hidup para pengusaha yang sudah berhasil merealisasikan keinginanya, semuanya memiliki keinginan dan level yang sangat tinggi. Mereka punya keinginan yang jelas dan benar-benar diperjuangkan serta punya kemampuan yang luar biasa untuk mengatasi masalah yang menghambat keinginannya.

Ini bisa kita lihat dari perjalanan Pak Bob Sadino atau pengusaha lain yang anda kenal. Mereka menjadi orang yang beruntung karena punya alasan-alasan yang kuat untuk menerima keberuntungan itu. Salah satu alasanya adalah keinginan yang kuat untuk meraih kemajuan.

Pak Bob sampai pada kesimpulan bahwa modal jiwanya dalam membangun usaha adalah, “ cukup satu langkah awal. Ada kerikil saya singkirkan. Melangkah lagi. Bertemu duri saya sibakkan. Melankah lagi. Terhadang lubang saya lompati. Melankah lagi. Bertemu api saya mundur. Melangkah lagi. Berjalan terus dan mengatasi masalah.”

No comments:

Post a Comment