Di atas sudah kita bahas bahwa sumber motivasi atau gairah itu tidak harus selalu berupa sesuatu yang tidak menyenangkan. Gairah juga bisa dibangkitkan dari sesuatu yang tidak menyenangkan.
Bagaimana caranya? Untuk kepentingan proses pembelajaran, kita bisa melakukan hal-hal berikut :
1. Pertama, menyadari.
Menyadari atau kesadaranan-diri (selfawareness) adalah kemampuan kita untuk mendeteksi, menyadari, merasakan,dan mengontrol apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, termasuk memahami bagaimana semua itu terjadi dan apa penyebabnya.
Memiliki kesadaran-diri seperti ini akan membuat kita punya pilihan hidup (choice), bisa mengambil keputusan menurut pilihan kita dari dalam (from the inside-out), atau responif (bukan sekadar reaktif).
Perlu diingat bahwa yang sering menyebabkan kita terpedaya oleh hal-hal negatif itu bukan karena kita tidak tahu, melainkan karena kita tidak sadar. Kalau hanya sebentar,mungkin tidak terlalu berbahya. Yang menjadi masalah besar adalah ketika kita tidak sadar dalam kurun waktu yang lama .
2. Kedua, menggunakan.
Setelah kita memiliki “kebebasan memilih” dalam menggunakan apa yang terjadi dan apa yang menimpa kita, maka tahapan berikutnya adalah manggunakan energinya untuk mendukung keinginan kita.
Kekesalan, kekecewaan, ketakutan, kekurangan,atau kajangkelan tidak secara otomatis menjadi sumber motivator hanya karena kita tahu.Ia akan menjadi motivator kalau kita gunakan (apply) untuk motivasi diri melalui saluran aktivitas dan tujuan (sasaran) yang jalas.
Kalau kita memiliki tujuan hidup yang jelas dan jelas -jelas kita perjuangkan, akan lebih mudah buat kita dalam mengolah ledakan emosi menjadi sumber motivasi. Ibarat menembak, jika sasaran yang akan kita bidik itu jelas (spesific,measureable,attainable) ,tentulah akan lebih mudah untuk mengalihkan energi dari yang semula akan mencelakakan ke arah yang mendukung kita.
Ada contoh menarik dari seseorang yang sekarang ini kariernya gemilang. Ketika ditanya apa yang mendorong kemajuanya ,orang itu menjawab bahwa pendoronganya adalah nasib kariernya yang buruk.
Ia mulai berkarier dari posisi paling bawah.Dengan posisi semacam itu,ia sering merasa kesal pada dirinya.Tapi,kekesalanya tidak dilampiaskan ke dalam tindakan negatif.Ia gunakan kekesalanyauntuk mendorong kemajua.
Jadi, kekesalan itu bisa kita pilih sebagai sumber motivator dan bisa pula sebagai sumber demotivator. Untuk bisa memilih sebagai motivator ini,dibutuhkan kesadaran-diri, kontrol-diri, penguasaan-diri, kebebasan memilih (free to choose), dan penggunaan yang tepat.
Hilangkan kesadaran-diri dan penggunaan,akan menempatkan kita pada posisi sebagai korban kesalahaan, bukan sebagai pihak yang bisa menggunakan kesalahaa.” Rahasia untuk berprestasi adalah belajar bagaimana menggunakan kesengsaraan dan kesenangan, bukan menjadi korban kesengsaraan atau kesenangan,” begitu kata Anthony Robbins,seorang motivator dan penulis buku.
3. Ketiga, mengawasi secara terus menerus.
Tidak cukup rasanya hanya menyadari dan menggunakan. Kenapa? Karena batin kita terkadang lengah atau lupa dan terkadang ingat atau sadar. Terkadang kita ingat bahwa kekesalan, kekecewaan,dan kesengsaraan itu bisa kita gunakan sebagai pendorong untuk maju. Tapi terkadang kita lupa atau lengah.
Oleh karena itu, pengawasan aktivitas batin tetapdiperlukan. Bagaimana caranya? Cara-carayang bisa kita pilih antara lain : cepat ingat, cepatbangkit, cepat mencari inspirasi dari luar, cepat mencari motivasi, atau cepat ingat pada program.
Semua ini bisa dilakukan melalui aktivitas, misalnya, membaca buku, menemui orang yang bisa membangkitkan gairah kita, kembali pada program atau tujuan ,membaca koran, majalah, dan lain-lain. Intinya, jangan sampai kita lupa terlalu lama.
Terkait dengan bagaimana mengubah demotivator menjadi motivator ini, kita bisa lebih memperdalam lagi di Bagian kedua. Mudah-mudahan semua itu bisa kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
No comments:
Post a Comment