Persoalan yang kita hadapi dalam dunia nyata, kenapa kita memiliki gairah berprestasi yang lebih lemah? Kenapa kita lebih sering malas? Kenapa langkah kita setengah-setengah? Dan seterusnya dan seterusnya.
Secara umum, kita memang sudah sering mendengarkanpenjelasanya. Dalam ceramah agama atau motivasi, kerap dijelaskan bahwa di dalam diri setiap orang itu ada dorongan setan dan dorongan malaikat.
Motivasi tinggi untuk berprestasi adalah dorongan malaikat, sedangkan dorongan bermalas-malasan adalah dorongan setan. Dorongan setan ini tidak saja membentuk dorongan negatif seperti kemalasan. Dorongan setan juga kerap kali menunggangi dorongan positif.
Mencari kekayaan sungguh-sungguh adalah dorongan positif. Tetapi bila ini mendorong kita menggunakan cara-cara negatif, misalnya korupsi, manipulasi, atau memperkaya diri dengan memiskinkan orang lain, ini juga disebut dorongan setan.
Bahkan shalat sendiri dikatakan celaka oleh Al-quran apabila tujuanya untuk riya’ dan lalai. Al-quran mengingatkan.
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’.” (QS. Al-ma’un : 4-5)
Berkarya itu positif. Tapi jika kita maksudkan untuk bisa sombong atau bisa merendahkan orang lain, ini juga dorongan setan. Nah, terkait dalam pembahasankita kali ini, ada sedikitnya lima hal yang meny terkadang menyebabkan gairah kita lemah untuk berprestasi. Kelima hal itu adalah :
1. Pertama, tidak memiliki sasaran hidup yang jelas.
Sebelumnya, sudah kita singgung tentang motivasi intrinsik. Sasaran ini bisa berbentuk apa yang ingin kita lakukan, apa yang ingin ita raih, dan apa yang ingin kita miliki. Ada yang bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Ada yang disebut visi, tujuan (goal), atau juga target.
Sasaran yang jelas iu seperti apa? Pengertian “jelas” di sini luas. Jelas dalam arti spesifik atau tidak mengandung pengertian yang luas. Jelas dalam arti bisa kita capai menurut ukuran kita. Jelas dalam arti cara yang kita tempuh untuk mencapainya sudah terbaca oleh kita.
Kenapa sasaran itu terkait dengan gairah? Oh tentu. Kalau kita sudah tau sasaran yang kita inginkan, maka logikanya kita akan terdorong untuk mencapainya. Kejelasan sasaran terkait dengan kekuata motivasi dan tekat seseorang.
Menurut anthony robin, sebetulnya tidak ada orang malas di dunia ini. Orang menjadi malah karena tidak memiliki tujuan yang jelas. Orang yang tidak memiliki sasaran atau tujuan hidup yang benar-benar ingin diraih, sangat berpotensi terkena apa yang disebut kemandekan batin.
Batin yang mandek gampang di hinggapi berbagai penyakit dan kotoran. Ibarat air, jika mengalir ia akan bersih dan membersihkan. Tapi kalu mandek, ia bisa kotor, mengotori dan memunculkan bau tak sedap. Begitu juga dengan batin kita. Slah satu kotoranya adalah kemalasan. Jadi, kemalasan terkait dengan “development process”.
2. Kedua, filsafat hidup yang negatif.
Misalnya ungkapan, “daripada sudah bekerja keras tetapi tidak kaya-kaya, mendingan kerja asal-asalan saja.” “napain sekolah rajin, toh sudah banyak sarjana yang ganggur.” boro-boro cari rezeki yang halal, yang haram saja susahnya minta ampun,” dan seterusnya.
Kenapa ini semua disebut negatif? Karena, kesimpulan demikian kerap menyeret kita pada pola hidup yang malas. Jadi, yang perlu kita waspadai adalah arahnya, bukan semata benar dan salahnya secara substansi.
Lebih baik kita berpikir perlu belajar yang lebih giat lagi supaya tidak menjadi sarjana yang nganggur. Lebih baik berpikir perlu bekerja lebih keras dan lebih cerdas lagi supaya kaya. Meski semua ini tidak bisa memberikan jaminan dalam sekali waktu, tetapi arahnya, dinamikanya, dan energinya positif. kita perlu sadar bahwa terkadang ada banyak ucapan yang benar tetapi tidak bermanfaat (positif).
Kalau didetailkan, filsafat hidup seseorang akan menghasilkan sikap mental, yaitu bagaimana kita menjawab atau merespon kenyataan yang kita hadapi. Kalu jawabanya positif, akan disebut siakp mental positif. Sikap mental ini akan menghasilkan kualitas tindakan yang kita ambil. Dan tindakan yang kita ambil akan menentukan hasil.
Misalnya, gaji kecil. Orang yang berpikir tidak perlu kerja keras karena gajinya kecil, akan memiliki sikap mental yang negatif terutama jika menghadapi tantangan atau peluang. Orang yang sikap mentalnya negatif, akan cenderung melihat tantangan sebagai tekanan (stressor). Tidak melihat peluang untuk mendalami skill baru sebagai trobosan untuk meningatkan penghasilanya.
Kalau sudah punya sikap mental seperti itu, kira-kira tindakannya juga negatif atau tidak produktif yang muncul adalah malas-malasan atau setengah-setengah tindakan yang demikian ini pasti akan membuahkan hasil yang kurang bagus ibarat petani, kalau benih yang ditanamnya kurang bagus, hasilnya juga kurang bagus.
3. Ketiga, terlalu banyak dan terlalu lama membiarkan pikiran atau perasaan negatif.
Semua orang pada dasarnya pernah memunculkan pikiran negatif terhadap diri sendiri, orang lain, atau keadaan. Yang membedakan terkadang adalah kadarnya, frekuensinya, dan kecepatannya dalam membersihkan diri.
Kenapa pikiran dan perasaan berpengaruh? Ini sudah jelas dapat kita rasakan langsung. Kalau kita membiarkan penilaiaan negatif terhadap diri sendiri terlalu lama atau terlalu banyak, maka yang muncul adalah kesimpulan akumulatif yang negatif.
Misalnya : saya tidak mampu, saya tidak bisa, saya slalu minder, saya ragu-ragu, saya malas-malasan, saya tidak bahagia dengan diri saya dan seterusnya. Kesimpulan demikian memang tidak membuat kita mati. Akan tetapi, seperti yang kita alami, kesimpulan demikian sangat menghalangi munculnya energi positif.
Oleh karena itu, baik ajaran agama maupun ilmu engetahuan punya nasihat yang sama. Dalam keadaan atau posisi apapun kita dianjurkan untuk memilih pikiran dan mentalitas yang berorientasi syukur.
Syukur berarti kemampuan seseorang dalam mengoptimalkan penggunaan resource yang sudah ada untuk meraih prestasi dengan cara-cara positif. Berpikirlah untuk menggunakan potensi seoptimal mungkin. Berpikirlah untuk menggunakan fasilitas seoptimal mungkin.
Karena kita selalu rentan terkena pikiran negatif, baik itu kita ciptakan sendiri atau kiriman orang lain, maka idealnya, membersihkan pikiran dan perasaan itu perlu dilakukan seperti kita mandi yang tidak pernah cukup sekali.
Tidak cukup membaca buku sekali, tidak cukup mendengarkan nasihat inspiratif sekali, tidak cukup membaca artikel sekali, dan tidak cukup memotifasi diri sekali. Sepanjang ada kotoran yang mengganggu, semua itu kita butuhkn sepanjang hidup.
Filsafat hidup negatif, pikiran negatif, dan perasaan negatif, jika sudah menggunung, biasanya akan melahirkan gaya hidup apatis atau pesimis. Kita menjadi orang yang “masa bodoh” atas berbaikan-perbaikan yang bisa kita lakukan. Kita malas-malasan menjadi orang yang lebih baik, kita malas diajak orang lain menjadi lebih baik, dan seterusnya.
4. Keempat, tidak mau memilih yang positif.
Untuk orang dewasa (Baca : bukan anak-anak) ini adalah kunci. Gagal bercinta, gagal usaha, gagal berkarier, dan lain-lain, memang semua itu bisa memicu kemalasan atau gairah rendah.
Tetap, seperti yang sudah kita singgung, kemlasan yang timbul akibat hal-hal buruk dari luar, itu sifatnya hanya sementara. Yang kerap membuatnya abadi adalah penolakan kita untuk segera bangkit. Jika kita menolak untuk membangkitkan diri, semua kemalasan itu menjadi abadi.
Jika kita tetap menjadi pemalas, maka tidak ada kekuatan apapun yang bisa membuat kita menjadi tidak malas. Kalu kita tetap memilih menjadi orang yang tidak punya gairah yang bagus, pasti akan menemukan sekian juta alasan yang membenarkan pilihan kita itu.
Karena itu, menurut bandura, pakar psikologi, berbagai perilaku tidak bermoral dan kurang berarti (temasuk kemalasan), lebih terkait dengan mekanisme mental ketimbang kesalahan sistem nilai yang dianut seseorang.
Untuk orang dewasa, pasti semua sudah tau bahwa kemalasan itu bukan sesuatu yang positif. Meski sudah tau, tetapi tidak secara otomatis menggerakkan perilaku seseorang supaya tidak malas. Ini bukti bahwa kemalasan itu lebih terkait pada mekanisme mental atau mentalitas seseorang.
Tindakan kita lebih banyak digerakkan oleh kesadaran untuk bertanggung jawab. Ini juga pas untuk orang dewasa. Semua orang dewasa pasti sudah tau, mana yang baik buat dirinya dan mana yang tidak baik. Meski sudah tau, tapi jika tetap memilih yang negatif , ya mau diapakan lagi.
Kalu kita sadar tanggung jawab kita sebagai pelajar/mahasiswa, rasanya tidak mungkin kita bisa menjadi pelajar yang malas. Kalau kita sadar tanggung jawab kita sebagai karyawan, rasanya tidak mungkin kita bisa menjadi karyawan yang malas. Kesadaran inilah yang memunculkan motivasi dan komitmen.
ESCAPING MECHANISM
Menurut bandura (1980), ascaping mechanism adalah cara atau teknik tertentu yang kerap kita gunakan untuk lari dari tanggung jawab. Ini berakar pada persoalan mentalitas.
Bentuk-bentuk mekanisme “melarikan diri” itu antara lain :
- > Pembenaran moral. Saya mencuri karena miskin, saya terlibat tindak pelanggaran hukum karena saya stres, dan seterusnya. Miskin dan stres tidak menyuruh anda untuk mencuri atau terlibat tindak pelanggaran. Yang memutuskan atau melakukan itu adalah diri anda, bukan kemiskinan atau stres.
- > Membungkus kelemahan. Saya tidak bergairah di tempat kerja karena tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan saya.
- > Membandingkan kebaikan diri sendiri dengan orang lain untuk menolak perbaikan.
- > Mengingkari tanggung jawab hidup. Skill saya rendah karena pendidikan nasional kacau, karena perusahaan tidak memberikan training, karena pemerinah tidak menydiakan perpustakaan dan seterusnya.
- > menempatkan diri sebagai korban (the victim). Hidup saya hancur karena musibah, karena si anu, dan seterusnya. Musibah memang membuat hidup kita berantakan. Tapi bila kita tetap bisa bangkit, ini berati kita tidak menjadi korban kejahatan orang lain atau korban musibah.
5. Kelima, kurang belajar menggunakan ledakan emosi.
Marah, tidak puas, malu, takut, ingin dipuji, dan seterusnya termasuk bentuk ledakan emosi. Ini bisa kita gunakan untuk mengusir kemalasan dan bisa pula kita gunakan untuk menambah kemalasan. Bisa kita jadikan motivator dan bisa pula kita jadikan demotivator.
Takut akan dimarahi orang tua kalau nilai kita jeblok, dapat kita gunakan untuk memacu diri dalam belajar. Malu dikatakan orang nganggur, bisa kita gunakan untuk memperbanyak aktivitas. Tidak puas atas nasib kita hari ini, dapat kita gunakan untuk mendorong perubahan dan perbaikan.
Secara umum, ledakan emosi itu ada yang negatif dan ada yang positif. Tapi jangan salah, baik negatif atau positif, keduanya bisa digunakan untuk hal-hal positif. Misalnya malu, rasa tidak puas, marah dan lain-lain. Jika anda marah sama diri sendiri karena keteledoran, lalu anda menjadikan kemarahan itu sebagi motivator untuk memperbaiki diri, maka kemarahan ini positif.
Untuk orang yang belum sanggup membangkitkan gairah dalam dirinya atau belum berhasil membangun fondasi personal yang kuat, teknik ini lebih sering berhasil. Cuma memang durasinya sementara dan gampang luntur di samping juga bisa berpotensi menimbulkan penyimpangan (motivasi minus atau negatif). Karena itu, tetap dibutuhkan transformasi kedalam.
No comments:
Post a Comment