Pertama, energi positif (dorongan).
Untuk menciptkan langkah dan hasil lebih bagus, di butuhkan harapan yang lebih bagus agar energinya lebih bagus juga. Memiliki harapan yang lebih bagus akan memunculkan energi dorongan yang lebih bagus.
Sekarang, coba kita bayangkan apa yang kita rasakan seandainya kita sudah tidak memiliki harapan adanya kehidupan yang lebih bagus di masa mendatang? Kemungkinan yang paling dekat : kita tidak terdorong untuk melakukan sesuatu yang lebih bagus, terasa hambar, terasa biasa-biasa saja.
Kehidupan yang lebih bagus memang tidak bisa diwujudkan hanya dengan harapan, namun untuk meraihnya dibutuhkan harapan yang bagus. Karena itu ada yang mengatakan : selama harapan itu masih ada, berarti kehidupan kita masih ada. Collin powell sendiri mengakui, “optimism is a force multiplier.”
Kedua, perlawanan.
Tingkat perlawanan seseorang terhadap masalah atau hambatan yang dihadapinya juga terkait dengan tingkat optimismenya. Orang dengan optimisme kuat, biasanya punya perlawanan yang kuat untuk menyelesaikan masalah atau hambatan. Sebaliknya, orang engan optimisme rendah (pesimis), biasanya punya tingkat perlawanan yang lebih rendah, cenderung lebih mudah pasrah pada realitas, atau diam ketimbang memperjuangkannya.
Secara agak lebih ekstrim, kita bisa membagi manusia dalam menghdapi masalah atau hambatan itu menjadi tiga kelompok, seoerti yang ditulis less brown dalam “learn to be winner”. Ketiga kelompok itu adalah the winner (pemenang), the loser (pecundang), dan the potential winner (calon pemenang).
Menurut kevin costner, “pemenang itu adalah orang yang jatuh, gagal, dan kurang, tetapi pada akhirnya menang karena pendirian, keyakinan, dan komitmen yang di pegangnya dengan teguh mencapai impiannya.”
Apa yang membuat seseorang menjadi pemenang dan pecundang? Tentu banyak faktor yang terlibat. Tapi kalau mau melihat kondisi faktor internal, tentu peranan harapan atau optimisme tidak bisa dielakkan. Menurut greg phillip, seorang ahli pengembangan diri, faktor interal yang terlibat itu adalah :
1.Harapan
2.Keyakinan
3.Kontrol diri
4.Sikap mental
Ketiga, sistim pendukung.
Optimisme juga berfunsi sebagai sistim pendukung. Kalau kita menginginkan keberhasilan, lalu kita berpikir berhasil, punya kemauan untuk berhasil, punya sikap yang di butuhkan untuk berhasil, dan melakukan hal-hl yang dibutuhkan untuk keberhasilan itu, maka logikanya pasti berhasil.
Soal waktunya, itu urusan lain. Yang menjadi masalah buat kita adalah kita menginginkan keberhasilan, tetapi kita malas-malas (tidak punya kemauan), punya sikap yang mendukung, berpikir negatif, pesimis, dan lebih sering tidak melakukan hal-hal yang kita butuhkan untuk berhasil.
Ibarat mesin, jika yang aktif hanya satu sistem, sementara sitem yang lain mati atau bekerja untuk hal-hal yang tidak kita inginkan, maka operasi sistem itu kurang optimal. Intinya, harapan di sni bukn tujuan, apalagi tempat bergantung. Kita tidak boleh menggantungkan harapan pada harapan itu, melainkan pada usaha.
Harapan adalah metode atau jalan agar kita bisa mengeluarkan energi positif, bisa mengatasi masalah positifharapan kita, dan bisa memiliki mesin prestasi yang seluruh sistemnya bergerak secara positif. Temuan ilmiah mengungkapkan bahwa orang yang memiliki harapan optimis punya kualitas batin antara lain :
- Punya fokus langkah yang selektif, punya sasaran usaha yang jelas
- Bisa menerima fakta hidup dengan kesadaran, tanpa banyak mengeluh atau memprotes
- Memiliki bentuk keyakinan yang membangkitkan
- Punya perasaan diberkati rahmat tuhan
- Punya kemampuan untuk menikmati kehidupan
- Punya kemampun menggunakan akal sehatnya dalam menghadapi tantangan hidup
- Punya kemampuan menjalankan agenda perbaikan diri secara terus menerus
- Punya penghayatan bagus terhadap praktik hidup
- Punya kepercayaan bagus terhadap kemampuannya
- Punya perasaan bagus terhadap dirinya
Jadi, dengan menjadi orang yang optimis, memang tidak secara otomatis membuat kita mendapatkan impian, tetapi untuk mendapatkan impian itu dibutuhkan batin yang optimis. Nah, untuk menjadi orang yang optimis, kita perlu menciptakan pandangan hidup yang di dasarkan pada sejumlah pendirian di bawah ini :
Pertama, kebaikan apapun yang kita lakukan, sebesar apa pun itu, maka balasannya pasti.
Yang perlu kita sadari : kepastian itu ada yang bisa kita pastikan, tetapi ada kepastian yang memang tidak bisa kita pastikan, kepastian yang terakhir ini maksudnya adalah kepastian yang “terserah tuhan”.
Contoh kepastian yang bisa kita pastikan adalah, kita berbisnis dengan seseorang yang sudah disepakati harga dan keuntungannya. Selama tidak ada faktor X yang ikut nimbrung di sini, maka kita akan pasti mendapatkan untung dari usaha kita.
Sedangkan kepastian yang tidak bisa kita pastikan adalah, kita berbuat baik kepada seseorangdengan keikhlasan untuk membantunya. Meski orang itu tidak membalas kebaikan kita dengan alasan apa pun, bukan berarti kebaikan itu sirna atau investasi yang rugi.
Tuhan akan membalas kebaikan kita dari pintu yang bermacam-macam. Ada pintu yang bisa kita prekdisikan dan ada pintu yang tidak bisa kita prediksikan. Kenapa kita perlu memiliki pandangan dan pendirian semacam ini?
Alasannya,agar kita tidak takut berbuat baik karena balasannya yang menurut kita tidak pasti dan agar tidak jera berbuat baik. Dengan begitu, akan membuat kita optimis dalam menghadapi hidup. Cara yang di gunakan tuhan untuk membalas usaha kita itu bisa seluas isi lautan dan daratan.
Kedua, di dunia ini selain banyak masalah, banyak pula pilihan-pilihan yang bisa kita jadikan solusi atas masalah itu
Kalau mau jujur, sebetulnya lebih banyak solusi ketimbang masalah. Satu masalah ada sekian solusi dan satu solusi terkadang bisa kita gunakan untuk menyelesaikan sekian masalah. Cuma memang solusi itu perllu di cari dan ditemukan, sedangkan masalah dan problematika hidup itu dtang sendiri bertubi-tubi. Ini yang terkadang membuat pandangan kita kabur.
Terlepas adanya fakta hidup yang sedemikian kompleks, memeng akan lebih baik kita berpandangan adanya solusi yang berlimpah di dunia ini ketimbang berpandangan yang sebaliknya. Alasanya sudah sangat jelas. Begitu kita berpandangan sempit, ini akan membuat kita pesimis, malas-malasan dan takut menghadapi hidup.
Karena itu, orang yang beriman selalu di ajari untuk tidak mudah putus asa tehadap rahmat tuhan. Salah satu rahmat tuhan yang banyak itu adalah sumber-sumber solusi yang kita cari. Tidak mudah putus asa maksudnya adalah ketika kita menjumpai ada satu pintu lain yang terbuka untuk kita.
Ketiga, masalah memang tetap menjadi masalah buat kita.
Tetapi masalah itu bisa kita gunakan untuk memperbaiki diri, memperkuat diri, dan memperluas pandangan kita tidak ada masalah ringan bagi orang yang sedang terkena masalah. Tidak ada masalah mudah bagi orang yang sedang terkena masalah
Semua masalah adalah masalah bagi orang yangg sedang terkena masalah. Namun begitu, kegunaan dari masalah itu ditawarkan kepada kita. Maksudnya, masalah itu bisa kita gunakan untuk memperbaiki diri, memperkuat diri, dan memperluas pandangan danbisa kita gunakan untuk menghancurkan, merusak, dan memperlemah. Soal kegunaan masalah itu adalah pilihan kita.
Pandangan semacm ini sangat kita butuhkan untuk menjadi pribadi yang optimis. Kalau kita memandang masalah hanya sebatas sebagai masalah, selain menderita, kita juga tidak akan mendapatkan ilmu dan keuntungan.
Keempat, dunia yang selalu berubah
Ini perlu di siasati dengan selalu mengubah diri untuk mencapai sasaran yang kita tentukan. Mengubah diri berarti mengubah pikiran, mengubah sikap, mengubah cara, mengubah siasat, dan lain-lain untuk mencapai satu tujuan.
Kalau dunia sudah berubah, tantangan berubah, dan kompleksitas berubah, lalu kita tetap menolak mengubah diri, akibatnya adalah tabrakan. Ini bisa membuat kita pesimis. “kehidupan ini adalah pendidik dan karena itu kita senantiasa dalam keadaan belajar,” begitu kata bruce lee, bintang laga dari cina.
Kelima, selama kita masih di takdirkan hidup, tidak akan ada masalah atau himpitan yang bisa membuat kita mati.
Terkadang, dalam keadaan yang spesifik, kita perlu berpandangan semacam ini. Tetapi tentu maksudnya bukan untuk “bunuh diri”, melainkan agar kita bisa menjadi lebih hidup lagi.
Dengan memantapkan pandangan hidup semacam itu, maka hati kita lebih optimis menghadapi hidup. Coba misalnya kita tidak punya pandangan dan pendirian semacam itu, apa hasilnya? Pasti lebih pesimis.
Kata motivasi :
“harapan di sini bukan tujuan apalagi tempat bergantung. Kita tidak boleh menggantungkan harapan pada harapan itu, melainkan pada usaha”