Ada yang menjadi gizi (daging), ada yang menjadi energi, dan ada yang menjadi kotoran sehingga harus dibuang. Hanya makanan yang sanggup dicerna oleh tubuh yang berguna.
Jiwa kita pun sebetulnya punya alat mencerna. Namanya adalah kapasitas untuk bertranformasi. Kapasitas ini hanya diberikan secara eksklusif kepada manusia. Binatang dan tumbuh-tumbuhan tidak diberi secanggih manusia.
Karena itu, peradaban dan kebudayaan di dunia binatang tidak berkembang atau tidak berubah. Singa atau ular tidak berpikir bagaimana membikin peternakan rusa supaya kalau lapar tinggal mengambil, tidak usah berburu. Cuma, ada perbedaan antara bagaimana tubuh kita mencerna dengan jiwa kita mencerna (transformasi). Sejauh tubuh atau raga kita normal, maka alat cernanya akan bekerja secara otomatis. Tapi, jiwa kita tidak begitu. Meski kita memilikikapasitas untuk mencerna kenyataan, peristiwa, pengalaman, dan lain-lain, namun kapasitas itu tidak langsung aktif sebelum kita suruh.
Makanya, konsep pengembangan kecerdasan mengenal sebuah ungkapan yang bunyinya begini, “peranan anda jauh lebih menentukan dari kecerdasan anda.” orang yang cerdas belum tentu menjadi hebat kalau dia bukan orang hebat, dalam arti mampu menyuruh dan melarang dirinya.
Demikian juga kapasitas bertranformasi. Kitalah yang menjadi tokoh kinci di sinsi. Transformasi adalah kemampuan mengolah atau mengubah apa yang dari luar untuk kita jadikan gizi dan energi bagi jiwa atau kita jadikan kotoran lalu kita buang supaya tidak menjadi penyakit.
Misalnya, anda dihina orang. Jika itu anda biarkan mengendap di dalam, lama-lama mengkristal menjadi batu yang membuat jiwa sakit atau tidak bisa bekerja secara optimal. Tapi, kalau di transformasikan, psti akan berubah fungsi..
Jika dikeluarkan dengan dimaafkan, maka akan mendapat pahala. Kalau diolah menjadi motifasi, ini akan menjadi energi untuk berubah.. Hampir semua perubahan, lahir dari ketidak puasan atau penolakan. Tapi tentunya setelah di transformasikan.
Seua orang pasti memiliki mekanisme tersendiri untuk mentransformasikan pengaaman atau kenyataan. Tapi, jika anda ingin mencoba mekanisme baru, tak ada salahnya anda menerapkan formula 4M berikut.
1. Menerima
2. Menyadari
3. Menggunakan
4. Menemukan
Katakanlah kita gagal mencapai keinginan tertentu. Agar kegagalan itubisa kita transformasikan, langkahnya adalah menerima kegagalan itu sebagai kegagalan. Jangan kita tolak, misalnya kita jengkel atau kecewa.
Perasaan demikian memang pasti muncul. Tapi jangan sampai kebablasan atau berkelanjutan. Harus ada upaya untuk bisa menerima dengan mengembangkan berbagai logika. Supaya penerimaan kita tidak menjadi fatalis, alias pasrah yang salah, perlu ada kesadaran bahwa di balik kegagalan itu ada hal-hal tertentu yang dapat mengantarkan kita pada kesuksesan. Menyadari hal ini akan membuat kita cepat mengontrol diri atau cepat bangkit.
Sebisa mungkin kesadaran itu jangan sampai dibiarkan hanya berupa kesadaran, tetaapi perlu dilakukan upaya menemukan hal-hal penting di balik kegagalan kita. Mungkin kita salah teknik, salah pilih orang, kurang menguasai proses, atau apa?
Terakhir adalah menggunakan apa yang kita temukan dalam upaya melanjutkan proses pencapaian keinginan. Percuma saja kita menemukan banyak pelajaran di balik pengalaman, kalau itu tidakk kita gunakan di dalam praktik.
“ karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (kebenaran).” (QS. Ali imran : 137)
Kata bijak :
“ada orang yang punya perhatian bagus terhadap penderitaan kita, tetapi punya iri yang besar terhadap keberhasilan kita”
“percuma saja kita menemukan banyak pelajaran di balik pengalaman, kalau itu tidak kita gunakan di dalam praktik.”
No comments:
Post a Comment